ARTI SEBUAH KEJUJURAN


ARTI SEBUAH KEJUJURAN


            Dhati say…… enam bulan sudah kita membangun menara cinta dengan sebuah keterbukaan dan kejujuran yang selama ini melekat pada dinding – dindingnya, dengan geliat – geliat kesetiaan yang tak pernah ada setitikpun untuk ku nodai. Dan selama itu pula kita telah mengenal ….hati dan perasaan masing – masing……….

            Tapi…. Pada hari itu Ahad Pahing, 11 Desember 2005, kau membuka sebuah lembaran baru dalam catatan hatiku …ya sebuah catatan yang harus kutulis dengan tinta darah dan air mata kepahitan…..tentang cerita yang selama ini kita rajut bersama…tentang mendung hitam yang tiba – tiba datang menghalau silaunya sorot mata sang diwangkara….dan tentang birunya ombak di samudra yang berubah menjadi merah semerah darah sang Jesus terpaku di tiang salib Pontius Pilatus………

            Ada sebersit dan sederet tanya dalam hatiku ……… apa yang tengah terjadi ?, persis seorang bayi yang kehilangan tetek ibunya…..bagai serdadu yang tak kenal medan. Kemana perginya sebuah kata JUJUR yang kerap kali keluar dari bibir indahmu itu say ..?, kemanakah larinya kesetiaan yang selama ini menuntunku untuk sampai ke kotamu …. ?, dan dimana pula indahnya kalimat – kalimat cinta yang selalu mengantarku dalam gerbang tidurku itu ….?.

            Inilah kisah yang seharusnya tidak tertoreh pada layar monitor dan keybord komputer dihadapanku….sebuah cerita yang seharusnya hanya ada dan tertulis pada dinding – dinding nuraniku yang rapuh ini …….tapi memang ini pulalah kenyataan ……yang harus dan mesti kulewati bagai seorang musafir di tengah gurun Sahara …tak pernah bisa lepas dari amukan sorot mentari dan kerontangnya padang pasir buatan Sang Tuhan.

            Disanalah …..arti sebuah kejujuran sudah tak ada lagi …. Sebuah kesetiaan yang selama ini menjadi perekat retaknya hati anak manusia ..ternyata harus leleh dan mencair menjadi tetes demi tetes pahit dan pedih yang menyayat daging kebahagiaan seorang musafir sehingga aku harus terkapar dan rebah dalam pelukan sunyi yang tak bertepi teiring sejuta kata umpat sang nasib yang tak pernah pasti.

            Aku hanya sanggup berguman pada jiwaku yang resah …. Tenanglah hatiku….. tidurlah meski sunyi dan semu masih mendekap kita, terlelaplah dalam pangkuan tangan – tangan kenyataan yang saat ini tak berpihak pada kita… tenanglah jiwaku … karena bahkan anginpun tak pernah mendengar cerita ini …….. .   ( Kota Temanggung – Magelang dan Yogyakarta adalah saksi atas semua ini )


Yogyakarta, Ahad Pahing 11 Desember 2005


 

K G P H

( Kanjeng Gusti Pangeran Haryo )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beri Saran/Kritik disini Untuk Kelengkapan dan Kebaikan Blog Ini